Kabar Baik! DJP Buka Suara Jika Kebutuhan Pokok di Pasar Tradisional Tidak Dikenakan Pajak Sembako

- 14 Juni 2021, 17:33 WIB
Ilustrasi kebutuhan pokok di Pasar Tradisional tidak dikenakan PPN atau pajak sembako
Ilustrasi kebutuhan pokok di Pasar Tradisional tidak dikenakan PPN atau pajak sembako /Pixabay/allybally4b

KABAR JOGLOSEMAR - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan terkait rencana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako. Rencana ini diberlakukan untuk menyasar kalangan masyarakat menengah ke atas.

Kabar baiknya, PPN tidak berlaku untuk kebutuhan pokok atau sembako di pasar tradisional. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor.

Menurutnya, tidak semua sembako akan dikenakan PPN. Disampaikan Neil, adapupun usulan dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) hanyalah bahan kebutuhan pokok premium.

Baca Juga: Gibran Dorong Sektor Ekonomi Kreatif di Solo Lewat Lomba Ikan Cupang

"Terkait sembako tadi misalnya barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional ini tentunya tidak dikenakan PPN," terangnya pada Senin, 14 Juni 2021 dikutip Kabar Juglosemar dari Antara.

"Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium, (jadi) barang-barang kebutuhan pokok yang dikenakan (pajak) adalah kebutuhan pokok premium," sambung Neil.

Pihaknya menjelaskan jika pengenaan pajak untuk sembako premium sebenarnya untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Pasalnya, selama ini pajak untuk bahan pokok biasa dan premium dikenakan pajak yang hampir sama.

Baca Juga: Langsung Kunjungi Dinas Koperasi dan UKM, Ini Dokumen Serta Syarat Pengajuan BLT UMKM Rp1,2 Juta

Dia memberi contoh kualitas standar dengan premium, yakni daging sapi lokal dengan daging sapi jenis wagyu.

"Dengan begini menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus pada golongan menengah bawah yang saat ini lebih merasakan bagaimana situasi dan kondisi," paparnya dalam briefing daring.

Dijelaskan Neil sebenarnya Pemerintah Indonesia ingin memperbaiki supaya pemajakan lebih efisien dan sesuai sasaran. Sehingga pengecualian pajak memang benar-benar diberikan kepada masyarakat lapisan bawah.

“Kita bisa melihat kadang-kadang yang mampu itu justru tidak membayar PPN karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenai PPN,” kata Neil.

Baca Juga: Belum Dapat BST dan BPNT Bulan Juni? Segera Cek Status Penyaluran Bansos Lewat cekbansos.kemensos.go.id

Pemerintah menilai ada ketidakadilan di tengah masyarakat Indonesia karena objek pajak yang dikonsumsi oleh golongan penghasilan yang berbeda-beda ternyata sama-sama dikecualikan dari pengenaan pajak.

Neil menambahkan jika tarif PPN di Indonesia relatif rendah dibandingkan rata-rata tarif PPN negara OECD yang mencapai 19 persen. Sedangkan negara BRICS mencapai 17 persen. Sedangkan di Indonesia rata-rata 10 persen. ***

Editor: Sunti Melati

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x