KABAR JOGLOSEMAR - Wacana kenaikan tarif PPN mendapat respon cukup hangat di masyarakat. Hal ini menyusul munculnya draf Revisi Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Menurut Staf Menkeu (Menteri Keuangan) Yustinus Prastowo, respon ini merupakan hal positif.
Sebab hal itu menunjukkan kesadaran akan pentingnya pajak semakin tinggi. Apalagi pajak merupakan pilar penyangga eksistensi negara. Karena itu, Yustinus Prasowo perlu berbagi konteks yag lebih luas agar masyaraat dapat mendudukkan semua wacana secara jernih.
Baca Juga: Sembako Dipajaki? Staf Ahli Menkeu: Pemerintah Tak akan Membabi Buta
Yustinus Prastowo mengaku memaklumi reaksi spontan publik yang marah, kaget, kecewa atau bingung. Mereka menilai kenaikan tarif PPN berarti naiknya harga-harag barang dan jasa, termasuk sembako.
"Apalagi ini pemulihan ekonomi, pemerintah sendiri struggle dengan APBN yang bekerja keras, mosok mau bunuh diri? Begitu kira-kira yang saya tangkap," kata Yustinus Prastowo.
Dikutip Kabar Joglosemar dari akun Twitter @prastow yang diunggah pada Rabu, 9 Juni 2021, Yustinus Prastowo secara detail menjelaskan bahwa pemerintah yang diwakili Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, di berbagai kesempatan menegaskan bahwa rancangan ini perlu disiapkan dan didiskusikan pada saat pandemi, justru karena kita bersiap.
"Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi. Ini poin penting: timing," tegas Yustinus Prastowo.
Karena itu, pemerintah mengajak para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dan DPR, untuk bersama-sama memikirkan bahwa jika saat pandemi kita bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun, bagaimana dengan pasca-pandemi? Tentu saja kembali ke optimalisasi penerimaan pajak.