KABAR JOGLOSEMAR - Pengurus DPP Partai Demokrat Andi Arief menyebut bahaya UU ITE (Informatika dan Transaksi Elektronik) adalah soal penangkapan karena ancaman hukumannya rata-rata di atas 5 tahun.
Karena itu, menurut Andi Arief, yang perlu direvisi dalam UU ITE adalah pasal yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun atau menyesuaikan ancaman hukuman dengan pasal dalam KHUP yang biasa sebagai junto.
"Pasal mana yang perlu direvisi? Pasal yang ancamannya hukumannya di atas 5 th atau menyesuaikan ancaman hukumannya dg pasal KUHP biasa sebagai junto. Untuk Pasal 27 merefer 310/311 UU ITE dihapus saja. Karena menurut @RachlanNashidik kawan saya, nama baik tak bisa dicemarkan," kata Andi Arief yang dikutip Kabar Joglosemar dari akun twitter @Andiarief, hari Kamis (18/2/2021).
Baca Juga: Heboh Pemecatan GTK Horoner di Bone, Kemdikbud Tawarkan PPPK Untuk Tingkatkan Kesejahteraan Guru
Baca Juga: Andi Arief Minta Sekjen PDIP Jangan Membenturkan Mantan Presiden Ibu Mega dan Pak SBY
Pasal mana yang perlu direvisi? Pasal yang ancamannya hukumannya di atas 5 th atau menyesuaikan ancaman hukumannya dg pasal KUHP biasa sebagai junto. Untuk Pasal 27 merefer 310/311 UU ITE dihapus saja. Karena menurut @RachlanNashidik kawan saya, nama baik tak bisa dicemarkan.— andi arief (@Andiarief__) February 18, 2021
Menurut mantan aktivis mahasiswa ini, meski sebagian besar vonis terhadap perkara yang terkait tuduhan pelanggaran UU ITE hanya kembali ke pasal KUHP, namun UU ITE tetap berbahaya.
Karena kesempatan melakukan penahanan sering digunakan untuk menangkap para pengritik, seperti contoh Syahganda dan kawan-kawan.
"Bahayanya UU ITE soal penangkapan karena ancaman hukumannya . Rata-rata di atas 5 tahun. Walaupun sebagian besar vonisnya akhirnya hanya kembali ke juntonya ke pasal KUHP. Kesempatan melakukan penahanan itu yang sering digunakan menangkap para pengkritik. Contoh Syahganda dkk," cuit Andi Arief dalam akun twitternya.
Bahayanya UU ITE soal penangkapan karena ancaman hukumannya . Rata-rata di atas 5 tahun.
Walaupun sebagian besar vonisnya akhirnya hanya kembali ke juntonya ke pasal KUHP.
Kesempatan melakukan penahanan itu yang sering digunakan menangkap para pengkritik. Contoh Syahganda dkk.— andi arief (@Andiarief__) February 18, 2021
Editor: Sunti Melati
Sumber: Twitter