Jokowi Minta Masyarakat Aktif Mengkritik hingga Rencana Revisi UU ITE, Ini Tanggapan Pakar UGM

- 17 Februari 2021, 17:55 WIB
Ilustrasi masyarakat kritik pemerintah hingga revisi UU ITE//
Ilustrasi masyarakat kritik pemerintah hingga revisi UU ITE// /pixabay / gerlat



KABAR JOGLOSEMAR - Dalam waktu yang tidak lama ini atau tepatnya pada hari Pers Nasional Senin, (9/2) Presiden Republik Indonesia memberikan pernyataan bahwa masyarakat perlu aktif kritik pemerintah.

Lantas hingga kini hal tersebut masih terus menjadi perbincangan hangat di publik, termasuk Pakar Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Nyarwi Ahmad, Ph.D.

Menurut Nyarwi, selama ini masyarakat telah melakukan kritik terhadap pemerintah melalui media sosial.

Baca Juga: Pendaftaran SNMPTN 2021 Resmi Dibuka, Berikut 7 PTN Favorit Jogja yang Bisa Jadi Pilihan

Baca Juga: 200 Ribu Mahasiswa Baru Dapat KIP Kuliah 2021, Ini 3 Keuntungan Jika Berhasil Mendapat KIP Kuliah 

Meskipun demikian, Nyarwi mengatakan bahwa arti dari kritik itu sendiri perlu dimaknai dan dicermati lebih dalam.

“Problemnya, sejauh mana pasal ini mendefinisikan soal kritik, apa bedanya kritik dan ujaran kebencian, apa bedanya kritik dengan menyebarkan kebohongan," kata Nyarwi, seperti dilansir KabarJoglosemar.com dari laman ugm.ac.id, Rabu 17 Februari 2021.

Sehingga, kalimat kritik akan yang dilontarkan ke pemerintah perlu dengan rasa kehati-hatian. Ia pun menegaskan kembali pentingnya pemahaman dari definisi kritik

Baca Juga: Dimulai Hari Ini, Vaksinasi Covid-19 Tahap 2 Sasar 9 Ribu Pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta

Baca Juga: Mimpi jadi Gubernur, Ini yang akan Dilakukan Ferdinand Hutahaean

"Definisi operasional soal itu menurut saya penting untuk memudahkan orang paham, kritik itu sebenarnya apa sih," ujar Nyarwi.

Seperti diketahui, Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang sering disingkat dengan UU ITE ini terdapat pasal-pasal yang dinilai sebagai pasal karet.

Hal ini pun tidak menutup kemungkinan sebagai momok yang menyebabkan masyarakat enggan melakukan kritik terhadap pemerintah.

Baca Juga: Viral Video Warga Desa di Tuban Borong 176 Mobil Baru, Proyek Ini yang Membuat Warga Kaya Mendadak

Baca Juga: Ini Aturan Pantang dan Puasa Umat Katolik Hingga Kalender Paskah 2021

Sebab, adanya pasal karet dalam UU ITE seperti contoh pasal 27 ayat 3 atau pasal 28 ayat 1 dan 2 membuat masyarakat takut untuk mengkritik pemerintah.

Sementara itu, terkait tentang kabar bahwa pemerintah merencanakan untuk merevisi UU ITE, Nyarwi mengatakan bahwa revisi tersebut memang memungkinkan untuk kondisi saat ini.

"UU ITE sendiri sudah pernah dilakukan revisi pada tahun 2015. Kominfo mengajukan revisi dan revisi sendiri dinilai cukup progresif saat itu," ujar Nyarwi.

Baca Juga: Ikatan Cinta 17 Februari 2021: Terungkap Dalang dan Preman Penusuk Nino, Elsa dan Mateo Ditangkap?

Baca Juga: Pelaku UKM Non-Nasabah BRI Bisa Cairkan BLT UMKM Rp2,4 Juta, Simak Caranya di Sini

"Soal hukuman dari 6 tahun ke 4 tahun dan sebagai delik aduan tidak bisa langsung (tiba-tiba), harus ada pihak yang melapor atau paling tidak pihak yang dirugikan," lanjutnya.

Nyarwi tidak henti-hentinya menegaskan bahwa diperlukan pemahaman kembali mengenai arti dari kritik.

Demi terciptanya ruang lingkup kritik yang sehat serta tepat, menurutnya, jangan sampai ada kritik yang dipahami secara berbeda-beda atau multitafsir.

Halaman:

Editor: Sunti Melati

Sumber: ugm.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x