Sembako Kebutuhan Pokok di Pasar Tradisional Tak Dikenakan PPN Beda Kalau Premium, Ini Bocoran Kemenkeu

- 14 Juni 2021, 15:00 WIB
 Ilustrasi pengenaan pajak untuk sembako
Ilustrasi pengenaan pajak untuk sembako /Pixabay.com/Nattanan Kanchanaprat

KABAR JOGLOSEMAR - Adanya tambahan pajak pada sembako masih menuai kritik dari berbagai pihak. Namun, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) akan dikenakan pada sembako yang bersifat premium.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor.

“RUU KUP terkait PPN sembako tentu tidak semua. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN,” ungkapnya dalam paparan media secara daring dikutip Kabar Joglosemar pada Senin, 14 Juni 2021.

Baca Juga: Gibran Dorong Sektor Ekonomi Kreatif di Solo Lewat Lomba Ikan Cupang

“Beda ketika sembako yang sifatnya premium,” sambungnya.

Kendati begitu, Neil mengungkapkan sampai sekarang belum bisa menjelaskan lebih rinci tentang tarif PPN sembako mengingat RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) masih akan dibahas bersama DPR RI.

Ia menerangkan jika pengenaan PPN sembako dilatarbelakangi karena distorsi ekonomi seiring ada tax incidence sehingga harga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor.

Menurutnya, ada berbagai negera yang menerapkan kebijakan multitarif PPN, yakni golongan yang memiliki ability to pay atas barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) tertentu dengan tarif tinggi.

Baca Juga: Sembako Kena Pajak? Simak Penjelasan Lengkap Staf Menkeu RI

Ability to pay ini berkaitan dengan kemampuan mengonsumsi barang tertentu. Namun, di Indonesia pemberian pengecualian atas fasilitas PPN dapat dinikmati oleh semua golongan.

Misalnya, daging wagyu dan daging yang dijual pasar tradisional sama-sama tidak dikenakan PPN. Dengan begitu terlihat kurang tepat sasaran. Untuk itu, pemerintah Indonesia melakukan perbaikan demi keadilan.

Pemerintah lantas ingin memperbaiki supaya pemajakan lebih efisien. Sehingga pengecualian memang benar-benar diberikan kepada masyarakat lapisan bawah.

“Kita bisa melihat kadang-kadang yang mampu itu justru tidak membayar PPN karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenai PPN,” sambungnya.

Baca Juga: 6 Diskon Insentif Pajak yang Dapat Dimanfaatkan UMKM hingga Juni 2021.

Pemerintah menilai ada ketidakadilan karena objek pajak yang dikonsumsi oleh golongan penghasilan yang berbeda ternyata sama-sama dikecualikan dari pengenaan pajak.

Neil membeberkan jika tarif PPN di Indonesia relatif rendah dibandingkan rata-rata tarif PPN negara OECD yang mencapai 19 persen. Sedangkan negara BRICS mencapai 17 persen. ***

Editor: Sunti Melati

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x