Ini Alasan Mendasar Pemerintah Melarang Mudik Lebaran 2021

- 27 Maret 2021, 22:20 WIB
Ilustrasi arus mudik. Soal larangan mudik lebaran 2021, begini penjelasan yang disampaikan Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo hingga Menkes Budi.
Ilustrasi arus mudik. Soal larangan mudik lebaran 2021, begini penjelasan yang disampaikan Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo hingga Menkes Budi. /Pixabay/ShenXin
 
KABAR JOGLOSEMAR - Pada hari Jumat 26 Maret 2021 secara resmi pemerintah melarang mudik pada libur lebaran 2021 atau Idul Fitri 1442 H. Larang yang sama dilakukan pemerintah pada libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.
 
Ada sejumlah pertimbangan atau alasan mendasar yang membuat pemerintah kembali memutuskan untuk melarang mudik pada libur Lebaran tahun ini.
 
Salah satu pertimbangan adalah setelah libur Idul Fitri tahun 2020, kenaikan kasus positif Covid-19 mencapai 68-93 persen atau ada penambahan kasus harian terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 413.559 orang.
 
 
 
Sementara angka kematian mingguan saat itu mencapai 28-66 persen atau sejumlah 61.143 orang.  Dengan data tersebut, pemerintah tidak ingin hal yang sama terjadi pada libur Lebaran tahun ini.
 
"Pemerintah mengambil langkah-langkah tegas untuk menekan angka positif Covid-19 dan mencegah terjadinya korban jiwa," kata Muhadjir Effendy , Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dikutip Kabar Joglosemar dari kominfo.go.id hari Sabtu 27Maret 2021.
 
Menurut Muhadjir Effendy, tingginya angka penularan maupun angka kematian masyarakat dan tenaga kesehatan akibat  Covid-19 setelah beberapa kali libur panjang, seperti libur Natal 2020 dan tahun baru 2021, menjadi perhatian dan dasar pertimbangan pemerintah untuk melarang mudik Lebaran tahun ini.
 
 
"Pemerintah harus mengambil langkah tegas agar hal itu tidak terulang kembali,” kata Menteri Muhadjir Effendy.
 
Sementara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menambhakan bahwa setiap ada liburan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 selalu meningkat 30-50 persen, baik kasus terkonfirmasi positif maupun kasus aktif Covid-19.
 
Hal ini bisa dibuktikan pada masa libur Natal dan tahun baru lalu, jumlah kasus aktif Covid-19 sampai saat ini masih terus meningkat.
 
 
Menurut Menkes, kasus aktif Covid-19 saat ini mencapai 130 ribu orang, dan 80 persen di antaranya tidak ke rumah sakit (RS) dan 20 persenke RS, sementara 5 persen masuk ruang ICU (Intensive Care Unit) dan sekitar 2% meninggal dunia.
 
Selain itu, kata Menkes Budi Gunadi Sadikin, dari 130 ribu kasus aktif tersebut, sebanyak 26 ribu atau sekitar 20 persen membutuhkan perawata di RS. Dengan demikian, apabila jumlah kasus aktif meningkat lagi maka dipastikan kebutuhan RS juga akan semakin banyak.
 
Dikatakan, dalam minggu-minggu terakhir di seluruh dunia kasus aktif naik kembali.
 
 
"Banyak teori mengenai hal ini, namun saya belum berani mengatakan sesuatu yang pasti, tapi ini kemungkinan karena adanya varian terbaru dari London. Indonesia baru masuk pada bulan Januari dan sampai saat ini belum tahu berapa persen. Karena itu, kita mengantisipasi agar jangan sampai terjadi jumlah kasus naik lagi,” kata Menkes.
 
Untuk mengantispasi bocornya atau terjadi pelanggaran penerapan larangan mudik, Menkes mengaku  akan menyiapkan posko layanan kesehatan di jalur mudik. Selain memastikan ketersediaan obat-obatan dan APD di RS, Puskesmas dan fasilitas layanan kesehatan, juga bekerja sama TNI/Polri, BNPB, dan pemda guna memperkuat pengamanan hingga tingkat RT/ RW.
 
Kepala BNPB Doni Monardo pun meyakinkan bahwa bila pemerintah membiarkan kesempatan liburan atau memberikan izin mudik maka akan berdampak pada semakin meningkatnya angka kematian akibat Covid-19.
 
"Jadi keputusan Presiden melarang mudik atau pulang kampung atau apapun istilahnya harus diperkuat dengan sistem manajemen dimulai dari sekarang,” kata Ketua Satgas Penanganan Covid-19 ini.***

Editor: Sunti Melati

Sumber: Kominfo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x