Penggulingan pemerintahan dijadikan cara, sebab rezim Suriah yang saat itu dipimpin oleh Shukri al-Quwatli, dinilai tidak dapat memberikan keuntungan bagi Negeri Paman Sam.
AS ada di balik layar kudeta Suriah. Melalui CIA, AS menyiapkan seorang 'boneka politik', yakni pria bernama Husni al-Zaim, untuk memimpin gerakan revolusi.
Baca Juga: Cegah Kanker Serviks, Ini Daftar Sumber Makanan Kaya Antioksidan yang Diperlukan Para Perempuan
Dalam waktu singkat, al-Zaim berhasil memimpin kudeta, menggulingkan rezim al-Quwatli, dan naik menjadi Presiden Suriah melalui pemilu. Tidak lama kemudian, pembangunan the Trans-Arabian Pipeline berhasil dilaksanakan.
Baru 4 bulan menjabat, Presiden al-Zaim digulingkan dan dibunuh oleh mantan presiden al-Quwatli. Terbunuhnya sang boneka AS dari kursi kepresidenan Suriah membuat Negeri Paman Sam kehilangan tajinya dalam proyek Trans-Arabian Pipeline.
2. Kudeta Iran 1953
Pada awal 1950-an, Mohammad Mosaddegh merupakan perdana menteri Iran yang terpilih secara demokratis. Setelah menjabat, Mosaddegh berupaya untuk mendapatkan kontrol nasional atas ladang minyak di Iran.
Baca Juga: Awas! Ini Jenis Makanan Penyebab Kanker Payudara Mulai dari Gula Hingga Cara Memasaknya
Dalam upayanya untuk mengontrol kilang minyak nasional Iran, sang perdana menteri mulai mengaudit Perusahaan Minyak Anglo-Iran (AIOC) yang berasal dari Inggris, hal itu membuat Amerika Serikat was-was.
Ketakutan AS adalah, jika Mosaddegh berhasil mendapat kontrol penuh AIOC, dalam waktu dekat Uni Soviet seteru AS pada perang dingin dan secara geografis dekat ke Iran melakukan pendekatan dan menanamkan pengaruhnya pada perdana menteri.