8 Fakta RA Kartini yang Jarang Diketahui, dari Hidup dalam Keluarga Poligami hingga Meninggal di Usia Muda

21 April 2021, 09:59 WIB
Quote Hari Kartini /Instagram.com/@hanungbramantyo
 


KABAR JOGLOSEMAR- Berbagai perayaan senantiasa mewarnai setiap peringatan hari Kartini yang jatuh hari ini 21 April 2021.

Adanya pandemi Covid-19 masyarakat tak lagi memperingati hari Kartini dengan serangkaian kegiatan, meski begitu semangat RA Kartini untuk memberdayakan dan mengangkat martabat kaum wanita harus terus dilanjutkan.

Tak banyak masyarakat yang tahu seperti apa sosok RA Kartini dan bagaimana ia dibesarkan di tengah-tengah keluarga besarnya. Berikut fakta-fakta kehidupan RA Kartini yang jarang diketahui masyarakat:

Baca Juga: Masuk 30 Under 30 Asia 2021 Majalah Forbes, Ini Sederet Prestasi Cemerlang Maudy Ayunda

1. Kartini Memiliki Darah Bangsawan dan Ulama

Kartini adalah seorang gadis Jepara yang dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Kartini memiliki darah seorang bangsawan dari Ayahnya yang bernama Mas Adipati Ario Sosroningrat.

Saat itu, ayahnya merupakan seorang Bupati Jepara yang memiliki garis keturunan dari Hamengkubuwana VI sampai ke garis keluarga istana Kerajaan Majapahit.

Ibu Kartini adalah M.A. Ngasirah, menurut catatan sejarah, ibu kandung Kartini merupakan anak dari ulama ternama di tanah Jepara, yakni Nyai Haji Siti Aminah dan Kiai Haji Madirono yang merupakan guru ngaji di daerah Teluk Awur, Jepara.

Baca Juga: Membanggakan, Daftar Anak Muda Indonesia yang Masuk 30 Under 30 Forbes 2021

2. Tidak Bangga Dengan Gelar Kebangsawanannya

Di masa kecil, Kartini kerap dipanggil sebagai Raden Ayu Kartini. Namun, ia sebenarnya tidak suka dengan panggilan Raden Ayu. Hal ini diketahui saat pertama kali ia diberi gelar Raden Ayu oleh ayahnya setelah Kartini pulang sekolah.

Setelah peristiwa itu, Kartini kerap memikirkan gelar kebangsawanannya itu. Diperhatikannya, di sekelilingnya sudah banyak perempuan yang dipanggil Raden Ayu sebagaimana dirinya.

Kartini pun lalu berusaha mempelajari makna dibalik panggilan tersebut. Sehingga suatu hari ia tahu bahwa status kebangsawanannya dengan panggilan Raden Ayu tidak ada yang bisa dibanggakan. Ia lebih senang dengan panggilan “Kartini” saja.

Baca Juga: Paul Zhang Sudah di Luar Negeri, Kominfo: Tetap Bisa Dijerat UU ITE

3. Hidup Dalam Keluarga Poligami

Masa kecil Kartini sampai ia dewasa sudah diliputi dengan kehidupan keluarga poligami. Ia merupakan anak dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah.

Namun ibunya bukanlah istri utama dari sang ayah, karena ayahnya kemudian menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan yang memiliki darah keturunan ningrat.

Di masa dewasa Kartini harus menerima kenyataan menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang telah memiliki tiga istri. Keadaan ini membuat Kartini menjadi perempuan yang lekat dengan kehidupan berpoligami. Dari hasil perkawinan ini, Kartini dikaruniai seorang anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat sebelum ia meninggal.

Baca Juga: Catat, Materi Tes Calon PNS dan PPPK 2021 Menyangkut 3 Aspek Ini

4. Habis Gelap Terbitlah Terang Awalnya Bukanlah Sebuah Buku

Sebenarnya, buku Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada mulanya bukanlah sebuah buku, melainkan hanya kumpulan surat-surat yang dikirimkan kepada J.H. Abendanon dan teman-temannya di Eropa. Setelah Kartini meninggal, J.H Abendanon berinisiatif untuk membukukan surat-surat tersebut dengan judul “Door Duisternis Tot Licht” atau yang kini lebih dikenal di Indonesia sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Terbitnya surat-surat kartini ini ternyata sangat menarik perhatian masyarakat Belanda. Pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-surat itu mampu mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap adat istiadat budaya Jawa dalam memperlakukan seorang perempuan. Selain itu, pemikirannya juga mampu menginspirasi pejuang kebangkitan nasional, yang salah satunya adalah W.R. Supratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Baca Juga: Senyum Sumringah Pep Guardiola Usai Umumkan Manchester City Keluar dari European Super League

5. Belanda Mengabadikan Nama kartini Sebagai Nama Jalan di Belanda

Perjuangan Kartini memang tak hanya menginspirasi kaum perempuan Indonesia saja, melainkan kaum perempuan Belanda juga ikut merasakan hal yang sama. Paling tidak inilah efek yang terasa ketika surat-surat Kartini dibukukan dalam bentuk Bahasa Belanda dengan judul “Door Duisternis Tot Licht”. Mereka yang membacanya pasti tersentuh akan ketidakadilan yang harus diterima kaum perempuan pribumi di tanah Jawa.

Untuk itu, nama harum perjuangan Kartini kini diabadikan oleh pemerintah Belanda sebagai nama jalan. Bukan hanya satu jalan, tapi ada empat jalan di Belanda yang memakai nama Kartini sebagai nama jalannya. Di Utrecht ada Jalan R.A. Kartinistraat, di Haarlem ada Jalan Kartini, di Venio juga ada Jalan R.A. Kartinistraat, dan terakhir di Ibukota Belanda, Amsterdam, juga ada Jalan R.A. Kartinistraat di pusat kota.

6.Memiliki Hubungan Keluarga yang Rumit

R.A. Kartini merupakan keturunan dari kelas bangsawan Jawa dan keluarga ulama. Meski begitu, ibu kandung Kartini rupanya tidak diakui sebagai istri utama.

Hal ini dikarenakan ibu Kartini yang bernama M.A. Ngasirah bukanlah keturunan bangsawan. Namun, peraturan di era kolonial mengharuskan bupati beristrikan bangsawan.

Akhirnya, ayah Kartini pun menikah lagi dengan Raden Adjeng Moerjam yang merupakan keturunan langsung Raja Madura sebelum diangkat menjadi Bupati Jepara.

Baca Juga: Manchester City Keluar dari European Super League, Pep Guardiola: Mau Fokus Pada Pertandingan

7.Gemar Membaca Buku

Meski terpaksa dipingit pada usia 12 tahun, Kartini terkenal pandai berbahasa Belanda. Ia banyak membaca buku dan surat kabar.

Beberapa bacaan Kartini saat itu adalah surat kabar Semarang De Locomotief, majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan, dan majalah wanita Belanda berjudul De Hollandsche Lelie.

Kartini juga sudah membaca buku Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli. Tak hanya itu, Kartini juga membaca sejumlah buku roman-feminis

8.Meninggal Usia Muda

Sayangnya, perjuangan Kartini tidak bertahan lama. Kartini meninggal di usia belia, yaitu 25 tahun.

Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Raden Mas Soesalit Djojodiningrat.

Diduga, Kartini meninggal karena penyakit preeklampsia yang dideritanya pasca melahirkan sang buah hati.***


 

Editor: Sunti Melati

Tags

Terkini

Terpopuler