Kapolri Cabut Larangan Media Tampilkan Kekerasan

6 April 2021, 19:36 WIB
Petugas kepolisian berjaga di lokasi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. /Antara Foto/Abriawan Abhe

KABAR JOGLOSEMAR - Baru sehari dikeluarkan dan belum sempat berlaku, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut surat telegram yang berisi larangan bagi media menampilkan atau menayangkan tindakan kekerasa/arogansi yang dilakukan kepolisian.

Surat telegram yang melarang media menampilkan atau menayangakan tindakan kekerasan/arogansi kepolisian itu dikeluarkan pada Senin 5 April 2021.

Namun, setelah mendapat reaksi penolakan dari berbagai pihak termasuk dari Komisi III DPR RI, akhirnya Kapolri mencaput surat telegram tersebut.

Baca Juga: Pemerintah Izinkan Shalat Id Jamaah di Lapangan, Berikut Panduan Ibadah Ramadhan 2021 Lengkap

Pencabutan surat telegram itu tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021, pada hari Selasa 6 April 2021, yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono.

Sehari sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono atas nama Kapolri mengeluarkan Surat Telegram (ST) yang memuat 11 poin, di antaranya berisi larangan bagi media menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan kepolisian.

Dalam Surat Telegram yang ditujukan kepada para Kapolda, dalam hal ini Kabid Humas Polda se-Indonesia Nomor. 2/750/IV/HUM.3.4.5./2021, tertanggal 5 April 2021, Kadiv Humas Polri mengatakan bahwa dalam pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik diingatkan kembali kepada para pengemban fungsi humas di kewilayahan agar wajib mengikuti beberapa ketentuan, yakni :

Pertama, media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.

Namun, media diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisin yang tegas namun humanis. Keddua, tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

Ketiga, tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian. Empat, tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan. Lima,tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan atau kejahatan seksual.

Baca Juga: Kumpulan Lagu Tiktok Terbaru Viral April 2021: Terpesona , Ampun Bang Jago, Ayu Ting Ting House Remix

Keenam, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku korban dan keluarga pelaku kejahatan maupun korbannya yaitu anak d ibawah umur.

Kedelapan, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

Kesembilan, tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

Kesepuluh, dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media. Tidak boleh disiarkan secara live. Dokumentasi dilakukan oleh personel polri yang berkompeten.

Dan kesebelas, tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Baca Juga: Wacana Pemberian Gelar Pahlawan untuk Usmar Ismail, Sujiwo Tejo: Nanti Malah Membosankan

Surat Telegeram itu, menurutt Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono Sik MSi sesuai dengan ketentuan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, Perkap Nomor 6 tahun 2017 tentang susunan organisasi dan tata kerja satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang pedoman perilaku penyiaran.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani

Tags

Terkini

Terpopuler