CERPEN: Iri Sempitkan Hati

- 12 Oktober 2020, 19:00 WIB
Ilustrasi cemburu kepada teman
Ilustrasi cemburu kepada teman /Marcel Thomas/Getty Image/FilmMagic via Oprah.com

"Maafkan aku Zahra, aku sahabatmu tetapi nyatanya aku tidak bisa memahami perasaan sahabatku sendiri." Ucap Zahra penuh air mata.

"Tidak Santi, di sini akulah yang bersalah, maafkan aku Santi..maaf, aku tidak pantas disebut sahabat olehmu. Karena aku orang jahat, aku orang yang tidak tahu diri. Sekarang aku sadar kenapa orang-orang selalu menganggapmu baik. Karena memang kamu pantas mendapatkan semua pujian itu, aku yang sudah menyakitimu bahkan aku sudah menusukmu dari belakang tetapi kamu masih begitu baik padaku, kamu mau memaafkan orang jahat seperti diriku." Sahut Zahra juga penuh dengan tangisan.

Baca Juga: Kulit Pisang dan Daun Kering Bisa Jadi Pupuk untuk Tanaman Hias dari Keladi hingga Janda Bolong

Suasana marah dan haru menjadi satu bagi para santri lainnya yang menyaksikan apa yang terjadi di depan mereka.

Satu bulan berlalu, Santi sudah tidak sakit-sakit lagi dan Zahra memilih keluar dari pondok karena menyesali perbuatannya. 

Pembelajaran di pondok berlangsung hikmat seperti sediakala. 

Perjuangan dalam belajar, mengaji, mencari ilmu, suka dukanya dirasakan bersama-sama. Rasa kebersamaan dan kekeluargaan itu erat dirasakan di Pondok Miftahul Jannah. *** (Rusda)

Halaman:

Editor: Galih Wijaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x