Mantan Wakil Ketua KPK M Yasin: Biaya Politik Mahal dalam Pilkada Penyebab Utama Korupsi

27 Februari 2021, 20:52 WIB
Ilustrasi pilkada 2020 /Pixabay/Tumisu

KABAR JOGLOSEMAR - Mantan Wakil Ketua KPK M Yasin mengatakan biaya politik yang mahal dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) menjadi penyebab utama korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Dan biaya politik tersebut berasal dari cukong-cukong politik, selain dari dana pribadi.

Ketika sudah terpilih maka kepala daerah bersangkutan wajib mengembalikan biaya politik yang berasal dara para cukong tersebut. 

Baca Juga: Bantah Isu Dirinya Bangkrut, Ini Penjelasan Pak Tarno Soal Video Viralnya

Menurutnya, cara yang paling mudah dan cepat untuk mengembalikan biaya politik tersebut adalah dengan melakukan korupsi.

Karena bila hanya mengandalkan gaji tidak mungkin bisa mengembalikan biaya politik yang sangat besar mencapai puluhan miliar rupiah.

Karena itu menurut M Yasin, langkah yang harus dilakukan untuk mencegah praktik korupsi adalah dengan menghapus sistem Pilkada yang memakan biaya politik yang tinggi.

"Kembalikan sistem pilkada dengan biaya politik yang murah atau rendah, misalnya pemilihan melalui DPRD atau parlemen, bukan pemilihan langsung seperti sekarang," kata M Yasin.

Menurut M Yasin, orang yang punya integritas tinggi sekalipus akan tetap melakukan korupsi setelah terpilih menjadi kepala daerah.

Sebab, ia dituntut untuk mengembalikan biaya politik dalam Pilkada dengan jumlah yang tidak sedikit mencapai angka puluhan miliar rupiah.

Baca Juga: 3 Keunggulan Dapat KIP Kuliah 2021, Cek di Sini Syarat Hingga Cara Pendaftarannya

Dengan demikian, menurut M Yasin, selama sistem pilkada secara langsung seperti sekarang tetap berjalan, maka upaya pencegahan seperti apa pun yang dilakukan oleh KPK, kepolisian, kejaksaan atau lembaga-lembaga lainnya tidak akan berhasil menghilangkan praktik korupsi.

Hal ini juga disepakati oleh Djohermansyah Djohan, mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri. Menurut Djohan, sistem Pilkada langsung menjadi penyebab utama terjadinya praktik korupsi oleh kepala daerah. Karena pilkada langsung membutuhkan biaya sangat tinggi.

Karena itu, Djohan yang saat ini menjadi Dosen di IPDN Bandung itu meminta sistem pilkada langsung yang berbiaya tinggi itu dengan sistem pilkada dengan biaya murah.

Djohan memberikan beberapa pilihan, pertama biaya kampanye dan saksi dalam Pilkada ditanggung oleh negara untuk meringankan beban biaya bagi calon kepala daerah.

Selain itu, mahar politik dari calon kepala daerah untuk patai politik pengusung harus dihapus atau dihilangkan.

Baca Juga: Hanya Pakai KTP dan KK, Simak Cara Daftar DTKS untuk Syarat Bansos 2021 Kemensos

Kedua, pilkada langsung hanya dilakukan oleh calon pilkada yang mampu. Sehingga segala biya ditanggung sendiri dan tidak menerima bantuan dana dari para cukong.

Dan ketiga, pilkada dilakukan melalui DPRD seperti di era Orde Baru atau sebelum masa reformasi. Dengan demikian, calon kepala daerah tidak perlu mengeluarkan biaya.

Dan alternatif keempat adalah kepala daerah langsung diangkat atau ditunjuk tanpa melalui pemilihan.

"Jadi kunci utama mengatasi atau mencegah praktik korupsi oleh kepala daerah adalah mengubah sistem pilkada langsung ke sistem lain yang tidak membutuhkan biaya (banyak)," kata Djohermansyah Djohan.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani

Tags

Terkini

Terpopuler