Pemerintah Daerah Diminta Peka Membaca Tren Kasus COVID-19

- 23 Juni 2021, 13:33 WIB
Ilustrasi virus corona delta plus
Ilustrasi virus corona delta plus /Pixabay

KABAR JOGLOSEMAR - Pemerintah daerah harus lebih peka membaca tren zonasi COVID-19. Dengan lebih peka membaca tren zonasi, maka pemerintah daerah akan lebih cepat mengambil keputusan untuk menentukan langkah penanganan virus corona.

Sebagai contoh, bila dalam waktu satu minggu lebih zonasi masih tetap zona merah atau oranye, maka penanganan COVID-19 segera dievaluasi, apakah efektif atau tidak.

Bila tidak maka segera diubah dengan cara penanganan yang lebih efektif, misalnya penerapan PPKM Mikro yang lebih ketat dan tegas.

Baca Juga: Vicky Prasetyo Upload Video Maria Ozawa, Kalina Octaranny: Jadi Ini yang Mau Kamu Ajak Main Bola?

Koordinator Tim Pakar yang juga Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kepekaan itu juga untuk melatih kemampuan daerah dalam menjalankan upaya gas-rem yang baik berdasarkan sensitivitas yang tinggi terhadap kondisi kasus COVID-19.

Selain itu, menurut Wiku Adisasmito yang dikutip Kabar Joglosemar dari laman covid19.go.id pada Rabu, 23 Juni 2021, pemerintah selalu memotivasi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penerapan PPKM Mikro dan fungsi PoskoCOVID-19.

Ketika suatu kabupaten atau kota diminta oleh pemerintah provinsi agar menjalankan PPKM ditingkat kabupaten/kota, maka secara otomatis seluruh desa dan kelurahan juga menjalankan PPKM Mikro.

Baca Juga: 8 Sunah Idul Adha yang Harus Diketahui

Menurut Wiku Adisasmito, PPKM di tingkat kabupaten dan kota maupun PPKM Mikro sama-sama berfungsi untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus corona.

Yang membedakan hanya PPKM di tingkat kabupaten/kota untuk memonitor sektor-sektor besar seperti restoran, pusat perbelanjaan, perkantoran dan sektor lain, termasuk memonitor implementasi PPKM Mikro.

Sementara PPKM Mikro berfungsi secara spesifik mengawasi kegiatan di masyarakat yang umumnya sulit dikendalikan.

Wiku Adisasmito menyebut pemerintah berusaha memaksimalkan upaya pencegahan lonjakan kasus melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri PANRB.

Baca Juga: Anak SD di Lampung Rusak Sekolah Gara-gara Tak Naik Kelas

Melalui keputusan tersebut, pemerintah memutuskan 3a perubahan ketetapan hari libur nasional, yaitu Hari Libur Nasional Tahun Baru Islam 1443 Hijriah dan Maulid Nabi Muhammad SAW masing-masing diundur 1 hari menjadi Rabu, 11 Agustus 2021 dan Rabu, 20 Oktober 2021 maupun peniadaan Cuti Bersama Hari Raya Natal pada 24 Desember 2021.

Keputusan ini, menurut Wiku Adisasmito, tidak melanggar hak pekerja, tapi semata-mata untuk mengantisipasi atau mencegah lonjakan kasus setelah periode libur panjang.

“Kebijakan pemerintah menggeser hari libur sebagai upaya mencegah lonjakan kasus pasca libur panjang,” kata Wiku Adisasmito.

Pada saat yang sama, pemerintah terus mempercepat dan menggencarkan program vaksinasi. Pemenuhan kebutuhan vaksinasi terus dilakukan, bahkan pada 20 Juni 2021, Indonesia kembali menerima vaksin bulk (bahan baku) dari Sinovac sebanyak 10 juta dosis.

Baca Juga: Setelah Bali dan Yogya, Kemenparekraf Cetuskan Work From Borobudur

“Saya telah memperoleh vaksin lengkap sebanyak dua kali dan saat ini dinyatakan positif COVID-19. Hal ini memperlihatkan bahwa penularan masih ada dan vaksin tidak sepenuhnya melindungi dari penularan. Kekebalan individu tidak cukup dalam meredam penularan. Untuk mengatasinya dibutuhkan kekebalan komunitas (herd immunity),” kata Wiku Adisasmito.*** 

 

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x