Kasus Bunuh Diri Jepang Melonjak 16 Persen Saat Gelombang Kedua COVID-19

- 16 Januari 2021, 21:56 WIB
Ilustrasi seseorang mencoba bunuh diri
Ilustrasi seseorang mencoba bunuh diri /Pixabay/rebcenter-moscow

 

KABAR JOGLOSEMAR - Terjadi peningkatan kasus bunuh diri di Jepang pada gelombang kedua pandemi COVID-19.

Hal ini terjadi terutama di antara wanita dan anak-anak. Meski sempat turun pada gelombang pertama, kasus bunuh diri justru naik pada Juli hingga Oktober sebesar 16 persen.

"Tidak seperti keadaan ekonomi normal, pandemi ini secara tidak proporsional memengaruhi kesehatan psikologis anak-anak, remaja, dan wanita (terutama ibu rumah tangga)," tulis para peneliti di Universitas Hong Kong dan Institut Gerontologi Tokyo dalam penelitian di jurnal Nature Human Behavior seperti dikutip Kabar Joglosemar dari Reuters.

Baca Juga: Ulang Tahun, Jennie BLACKPINK Launching Kanal Youtube Baru

Baca Juga: 7 Gempa Bumi Paling Ekstrim di Dunia

Studi menemukan penurunan awal angka bunuh diri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti subsidi pemerintah, berkurangnya jam kerja dan penutupan sekolah.

Namun penurunan itu berbalik dengan tingkat bunuh diri melonjak 37 persen untuk wanita, sekitar lima kali lipat di antara pria karena pandemi berkepanjangan.

Pandemi menghantam industri di mana wanita mendominasi, meningkatkan beban pada ibu yang bekerja, sementara kekerasan dalam rumah tangga meningkat.

Studi tersebut dilakukan berdasarkan data kementerian kesehatan dari November 2016 hingga Oktober 2020. Ditemujan angka bunuh diri anak melonjak 49 persen pada gelombang kedua, sesuai dengan periode setelah penutupan sekolah secara nasional.

Perdana Menteri Yoshihide Suga bulan ini mengeluarkan keadaan darurat COVID-19 untuk Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya dalam upaya untuk membendung kebangkitan kembali.

Baca Juga: Jangan Takut Sempit! Ini Daftar Tanaman Hias yang Cocok untuk Rumah Mungil

Baca Juga: Jumlah Kematian Global Akibat Virus Corona Mencapai 2 Juta Jiwa

Dia memperluas minggu ini ke tujuh prefektur lagi, termasuk Osaka dan Kyoto.

Taro Kono, menteri reformasi administrasi dan peraturan, mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis bahwa sementara pemerintah akan mempertimbangkan untuk memperpanjang keadaan darurat, itu tidak dapat membunuh ekonomi.

“Orang-orang khawatir tentang COVID-19. Tapi banyak orang juga bunuh diri karena kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan tidak bisa melihat harapan,” katanya.

“Kami perlu mencapai keseimbangan antara mengelola COVID-19 dan mengelola ekonomi," imbuh dia. ***

Editor: Galih Wijaya

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah