LKPP Sebut 70 Persen Korupsi Terjadi di Sektor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

9 Mei 2021, 23:23 WIB
Ilustrasi uang. /Pixabay/EmAji

KABAR JOGLOSEMAR - Ketua LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) Roni Dwi Susanto. Roni mengungkapkan bahwa berdasarkan data, lebih dari 70 persen korupsi terjadi pada sektor pengadaan barang/jasa.

Modus yang paling sering dilakukan adalah suap. Karena itu, aparatur pengawal pemerintahan diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengawasi korupsi dan mencegah praktik korupsi.

Baca Juga: BLT UMKM Dipastikan Cair Sebelum Lebaran Tapi Baru Tersalurkan 88 Persen, Ini Cara Cek Penerima Rp1,2 Juta

Karena itu, Roni mendukung sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah secara daring melalui aplikasi BeLa (BelanjaLangsung). Aplikasi ini sebagai upaya menekan atau meminimalisir praktik korupsi.

Hal itu disampaikan Roni dalam rapat koordinasi untuk sosialisasi Perluasan Pemanfaatan Bela yang diadakan KPK RI, hari Jumat 7 Mei 2021i secara daring. Rapat ini juga diikuti Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X dari Ruang Rapat Gedhong Pare Anom Kepatihan Yogyakarta.

Dikutip Kabar Joglosemar dari Humas DIY, Roni Dwi Susanto mengatakan bahwa keuntungan dari belanja barang dan jasa pemerintah secara daring adalah proses pengadaan lebih transparan, terbuka, efektif dan terkendali.

Selain itu, pengadaan lebih mudah, cepat, tercatat secara elektronik, audit dan pengawasan mudah dilakukan.

Baca Juga: Lengkap, Cara Cek 3 BLT Cair Sebelum Lebaran 2021: PKH, BPNT, hingga BLT Dana Desa

Selama ini, menurut Roni, selama ini banyak pengadaan langsung yang tidak tercatat, terutama untuk kegiatan operasional seperti ATK, makan dan minum, transportasi dan percetakan.

Roni mengaku selama ini pemerintah daerah belum optimal menggunakan belanja online belanja barang dan jasa langsung. Padahal belanja online membuka kesempatan yang luas bagi peran serta UMKM dalam pengadaan barang/jasa dan memajukan penggunaan produksi dalam negeri.

Menurut Roni, sudah ada ketentuan bahwa 40 persen anggaran pemerintah harus digunakan untuk belanja produk-produk daerah/UMKM.

Sementara itu, sampai 6 Mei 2021 transaksi melalui aplikasi BeLa mencapai Rp 509.722.867 dengan total 790 transaksi. Jumlah tersebut bisa terus ditingkatkan dengan memperbanyak belanja online untuk belanja langsung.

Dikatakan Roni, untuk menuju ke sana, ada beberapa hambatan yang dihadapi, yakni masih banyak aparatur pemerintah yang belum lihai melakukan pengadaan elektronik, termasuk masih sering terjadi korupsi yang disebabkan karena sistem.

Baca Juga: Jangan Kebanyakan Makan Opor Lebaran, Ini Makanan yang Bantu Turunkan Tekanan Darah Tinggi

Menurut Roni, sampai saat ini sudah ada 12 mitra yang sudah bekerja sama dengan BeLa yakni grab, gojek, kulina, balimall, shopee, klikMRO.com, blibli, digitalimaji.com, kartara, bhinneka dan mbizmarket. Mitra-mitra tersebut diharapkan semakin bertambah agar proses pengadaan barang dan jasa secara online menjadi semakin mudah dan variatif.

Roni mengatakan bahwa program BeLa juga mendorong UMK untuk go digital dengan bergabung dengan marketplace dan membuat pengadaan lebih inklusif dan meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri.

Selain itu, bisa memanfatkan marketplace dalam PBJP dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas PBJP.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani

Tags

Terkini

Terpopuler