Pernah Krisis Gizi Buruk, Jadi Latar Belakang Munculnya Peringatan Hari Gizi Nasional

25 Januari 2021, 09:53 WIB
ilustrasi makanan sehat tinggi gizi /pixabay/Ximatsuking

KABAR JOGLOSEMAR-  Tahun 1950 an Indonesia pernah mengalami fase kritis gizi buruk. Di masa-masa ini banyak anak-anak, dewasa dan lansia yang tidak mendapat pemenuhan gizi seimbang.

Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya gizi buruk pada tahun 1950 an. Belum pulihnya kondisi ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan RI, ditambah mahalnya harga kebutuhan pokok untuk pemenuhan gizi seimbang membuat masyarakat tidak bisa memenuhi standar makanan yang berkecukupan gizi.

Baca Juga: Permasalahan Anemia Pada Remaja, Jadi Tema Utama Hari Gizi Nasional 2021

Dilansir dari laman Kemenkes, sejarah munculnya Hari Gizi Nasional bermula dari  Menteri Kesehatan kala itu, Dokter J Leimena yang mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala  Lembaga Makanan Rakyat (LMR), yang waktu itu lebih dikenal sebagai Instituut Voor Volksvoeding (IVV).

IVV  merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman. Prof. Poorwo Soedarmo dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia.

Hari Gizi Nasional (HGN) diselenggarakan untuk memperingati dimulainya pengkaderan tenaga gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR pada tanggal 25 Januari 1951. 

Sejak saat itu pendidikan tenaga gizi terus berkembang pesat di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Kemudian disepakati bahwa tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional Indonesia.

Hari Gizi Nasional pertama kali diadakan oleh Lembaga Makanan Rakyat (LMR) pada pertengahan tahun 1960-an, kemudian dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak tahun 1970-an hingga sekarang. 

Baca Juga: Shopee Hadirkan Gratis Ongkir Rp0 dan ShopeePay Deals Rp1 di Setiap Bulan di Shopee SMS!

Peringatan HGN merupakan momentum penting dalam menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi melalui gizi seimbang dan produksi pangan berkelanjutan.

Indonesia mengalami perbaikan dalam hal prevalensi masalah gizi khususnya prevalensi gizi kurang dan stunting.

Berdasarkan Riskesdas 2013-2018, meskipun prevalensinya masih tinggi dan diatas ambang batas WHO masalah kesehatan masyarakat, prevalensi gizi kurang dan stunting menurun berturut-turut dari 19.6% menjadi 17.7%  dan dari 37.2% menjadi 30.8%. 

Kedepan, Indonesia akan menghadapi tantangan masalah gizi lebih besar dan obesitas serta penyakit tidak menular yang cenderung meningkat.

Baca Juga: Peringati Hari Gizi, Kemenkes Minta Masyarakat Tetap Olahraga Selama Pandemi COVID-19

Melalui momentum HGN ini diharapkan para Pemangku Kepentingan termasuk masyarakat dan unsur pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk ikut berperan serta dalam bekerja bersama dalam meningkatkan perbaikan gizi dan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.***


 

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani

Tags

Terkini

Terpopuler