Permainan Tempo Dulu, Bagian dari Kearifan Lokal Berpontensi Mengedukasi

- 4 Juni 2021, 13:18 WIB
Mbah Atmo saat memperagakan ketrampilannya membuat dolanan kithiran, didampingi oleh seorang anggota Komunitas Pegiat Desa Mainan dari Desa Pandes, Panggungharjo, Bantul, DIY.
Mbah Atmo saat memperagakan ketrampilannya membuat dolanan kithiran, didampingi oleh seorang anggota Komunitas Pegiat Desa Mainan dari Desa Pandes, Panggungharjo, Bantul, DIY. /Tedy Kartyadi/Kabar Joglosemar

KABAR JOGLOSEMAR - Makna dari dolanan kithiran itu, bahwa hidup manusia itu terkadang ada di atas juga terkadang berada di bawah. Namun kehidupan tetap harus berjalan dan dijalani.

Demikian diungkapkan oleh Mbah Atmo (82 tahun) dalam bahasa Jawa kromo madya, Rabu (2/6/2021), di Ruang Pameran Temporer Sonobudoyo, Jalan Pangurakan, Yogyakarta.

Mbah Atmo merupakan salah satu dari 7 orang pengrajin dolanan atau mainan anak-anak tempo dulu yang masih bertahan, berasal dari Desa Pandes, Panggungharjo, Kabupaten Bantul, DIY.

Baca Juga: Ayah Meninggal Dunia, Ria Ricis Masih Belum Bisa Dihubungi

Baca Juga: Keluarga Larissa Chou dan Alvin Faiz Bertemu, Ibu Alvin: Indahnya Kebersamaan

Dolanan yang masih eksis diprodruksi hingga kini antara lain, kithiran (kincir), othok-othok, othong-othong, sangkar burung, kipas, lampion dan wayang kertas.

Keberadaan dolanan tempo dulu produk Desa Pandes itu, merupakan salah satu item gelaran Pameran Temporer Abhinaya Karya oleh Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.

Pameran bertajuk “Kembara Gembira: Ayo Dolan! Ayo Cerita!”, berlangsung tanggal 2 - 30 Juni 2021, pukul 09:00 - 21:00 WIB.

Baca Juga: Oki Setiana Dewi Unggah Kabar Duka Sang Ayah Meninggal Dunia, Netizen Sebut Ria Ricis Masih di Flores

Baca Juga: Wow Utang PLN Tembus Rp 500 Triliun, Capex PLN Ditekan hingga 50 Persen

Pameran yang juga didukung oleh Mandala Majapahit UGM, Pegiat Desa Mainan dari Desa Pandes, Panggungharjo, Bantul. Selain bercerita tentang dunia anak-anak, pameran ini tetap menaruh persoalan budaya sebagai bagian dari identitas.

Beberapa hal berkaitan dengan tradisi dan konteks sosial budaya turut menjadi pengisi ruang pameran antara lain, seperti upacara tradisi anak-anak dalam konsep daur hidup.

Alat permainan dakon atau congklak jaman dahulu, salah satu koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.
Alat permainan dakon atau congklak jaman dahulu, salah satu koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Tedy Kartyadi/KabarJoglosemar

“Permainan tradisional ini dihadirkan sebagai bagian dari kearifan lokal yang berpotensi mengedukasi pengunjung. Meskipun kenyataannya, permainan tradisional yang penuh nilai-nilai lokal inipun telah tergerus oleh jaman,” terang Kepala Museum Sonobudoyo Setyawan Sahli, saat pembukaan pameran, Rabu (2/6/2021).

Pengunjung pameran harus melalui labirin untuk dapat menikmati koleksi-koleksi dolanan atau permainan tempo dulu ataupun ketika ingin berpindah dari satu ruang ke ruang yang lain.

Dari sinilah para pengunjung akan merasa bernostalgia kembali ke masa kanak-kanak. Pameran juga menjadi wahana pendidikan bagi anak-anak kekinian, tentang nilai, norma dan kerukunan yang dipetik dari budi pekerti masa lalu.***

 

Editor: Sunti Melati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x