80 Persen Peserta Didik Tidak Senang dengan PJJ

- 21 April 2021, 09:34 WIB
ILUSTRASI program sekolah. Kemendikbud akan meneruskan program organisasi penggerak (POP).
ILUSTRASI program sekolah. Kemendikbud akan meneruskan program organisasi penggerak (POP). /Pixabay/steveriot1

KABAR JOGLOSEMAR - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) melakukan survei untuk mengetahui pendapat peserta didik tentang proses PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau secara daring.

Dari hasil survei tersebut, sebanyak 80 persen responden menyatakan tidak senang dengan PJJ dan 20 persen menyatakan senang.

Dari 80 persen responden yang menyatakan tidak senang dengan PJJ tersebut, sebanyak 20-26 persen menyatakan bosan, 40 persen menyatakan rindu bermain dengan teman, 19 persen menyatakan kurang paham dengan instruksinya, 13-14 persen mengaku karena kendala internet dan 14-15 persen mengaku susah berkonsentrasi saat mengikuti PJJ.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 21 April: Rendy Pergoki Ricky dan Elsa Masuk Hotel, Rumah Tangga Nino Hancur

Sementara dari 20 persen yang menyatakan senang dengan PJJ, sebanyak 23 persen beralasan karena belajarnya santai, 11 persen mengaku karena waktunya fleksibe dan 10-15 persen karena alasan skill internet yang naik.

"Yang menarik, siswa lebih senang dengan metode pembelajaran PJJ berbasis project atau problem based learning dibanding sekadar membahas materi dari LKS. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik menginginkan pola pembelajaran yang berbeda," kata M Nur Rizal, Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) dalam Diskusi Pendidikan tentang Persiapan PTM Terbatas yang digelar Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) dan Kemendikbud di Bogor 16-18 April 2021.

Menurut Nur Rizal, 94 persen survei dilakukan di sekolah-sekolah jejaring GSM. Dari hasil survei itu disimpulkan bahwa kebutuhan diferensiasi pembelajaran, kebutuhan setiap anak diberi ruang untuk belajar berdasarkan pola, kebutuhan dan talenta sendiri.

"Problem based dan project based ini bisa mewakili itu," kata Nur Rizal dikutip Kabar Joglosemar dari laman kemdikbud.go.id pada Selasa 20 April 2021.

Nur Rizal mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi dunia pendidikan untuk berbenah.

Baca Juga: Paul Zhang Sudah di Luar Negeri, Kominfo: Tetap Bisa Dijerat UU ITE

Pandemi juga harus menjadi titik balik perubahan paradigma dan perilaku pendidikan. Dan pandemi Covid-19 bukan sekadar mengubah metode belajar dari pembelajaran luring ke daring atau PJJ, tapi menjadi titik balik bagaimana melakukan reorientasi paradigma di bidang pendidikan dan perilaku atau budaya-budaya lama.

Perubahan paradigma tersebut, menurut Nur Rizal, perlu terwujud bukan hanya karena desakan pandemi Covid-19 tapi dunia pendidikan di Tanah Air perlu mengantisipasi era VUCA atau era yang sangat tidak menentu dan perubahannya terjadi begitu cepat.

Dikatakan, perubahan paradigma tak hanya menyasar sekolah tapi juga pemerintah. Dengan demikian, bila perubahan paradigma terwujud di semua lini stakeholder pendidikan maka mereka akan mengerti bahwa tujuan utama pendidikan adalah memberikan dampak intelektual dan spiritual pada siswa.

"Fungsi pemerintah harus memastikan bahwa siswa mendapatkan pembelajaran yang lebih konstektual, relevan dan membumi dengan persoalan-persoalan nyata," kata Nur Rizal.

Dengan demikian, bila perubahan dimaknai secara holistik maka dunia pendidikan yang dikelola secara penuh oleh para stakeholder pendidikan bisa memberikan ruang membangun pada siswa.

Baca Juga: Makin Panas, Big Six Liga Inggris Umumkan Keluar, European Super League Terancam Ambyar?

Sehingga siswa bisa menemukan versi terbaik dalam proses belajar mengajar, seperti proses belajar yang menekankan pendidikan pada pengembangan talenta, minat, bakat yang berbeda agar bisa tumbuh dengan kualitas yang sama.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x