Sriwijaya Air Jakarta-Pontianak Hilang Kontak, Ini 9 Penyebab Kecelakaan Pesawat

- 9 Januari 2021, 20:24 WIB
Ilustrasi Kabar Buruk, Pesawat Sriwijaya Air Rute Jakarta-Pontianak Hilang Kontak, Ini Kata Menhub
Ilustrasi Kabar Buruk, Pesawat Sriwijaya Air Rute Jakarta-Pontianak Hilang Kontak, Ini Kata Menhub /Pixabay/ThePixelman/.*/Pixabay/ThePixelman

KABAR JOGLOSEMAR - Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dengan rute Jakarta-Pontianak yang terjadi sore ini masih terus dilakukan penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat yang mengangkut 56 penumpang ini.

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kecelakaan pesawat, mulai dari faktor cuaca, kesalahan teknis hingga faktor kelelahan seorang pilot dalam bertugas bisa jadi salah satu faktor penyebab kecelakaan.

Seperti dikutip Kabar Joglosemar dari situs Wonderlist, berikut 9 penyebab kecelakaan pesawat.

Baca Juga: Sriwijaya Air SJ 182 Hilang Kontak, Ini Daftar Kecelakaan Pesawat yang Pernah Terjadi di Indonesia

1. Angin

Angin yang berhembus dari atas, belakang atau samping bisa membuat pesawat terbalik karena angin punya kemampuan untuk menghilangkan udara dari sekitar sayap pesawat.

Dalam kasus seperti ini, pesawat akan kehilangan kecepatan saat berada di ketinggian tertentu.

Yang paling berbahaya dari faktor ini adalah adanya microburst yaitu aliran udara mendadak, kuat dan terlokalisasi.

Awak pesawat di seluruh dunia menjalani pelatihan ekstensif untuk menghadapi microburst karena akibatnya sangat fatal bagi pesawat yang mendarat atau lepas landas.

2. Perangkat Lunak

Saat ini pesawat mengandalkan pendaratan otomatis ketika jarak pandang pilot hanya 75 meter.

Umumnya pada malam hari dan cuaca berkabut. Teknologi benar-benar mengambil alih penglihatan ketika mata manusia tidak mampu melakukannya.

Sebagai contoh, pada 14 September 1993, kecelakaan pesawat menimpa Lufthansa A320-211. Pesawat milik maskapai penerbangan Jerman ini mengalami kecelakaan di bandara Warsawa, Polandia, setelah melewati landasan pacu saat ingin mendarat.

Baca Juga: Sriwijaya Air SJ 182 Hilang Kontak, Ini 5 Tragedi Pesawat yang Melibatkan Jagat Olahraga

Kecelakaan pesawat dengan nomor penerbangan 2904 tersebut memakan dua korban jiwa, satu kru dan satu penumpang. Penyebabnya adalah pesawat menabrak bukit di ujung landasan Bandara Chopin Warsawa, Polandia.

Saat mendekati landasan pacu (runway), area sekitar dinyatakan aman untuk mendarat (clear). Namun pilot mendapat peringatan tentang angin yang mendadak berubah.

Saat mendarat, roda-roda pesawat meluncur di atas landasan yang basah dan cenderung licin. Di satu sisi, komputer pesawat masih terprogram untuk penerbangan di udara, dengan demikian A320-211 menonaktifkan sistem pengeremannya.

Pilot yang melihat posisi pesawat tak pas dengan landasan pacu, memutuskan untuk mengarahkan pesawat ke kanan. Pesawat menabrak bukit, api mulai terlihat di sayap kiri dan menembus kabin penumpang.

3. Bahasa

Bahasa Inggris adalah bahasa standar yang diterapkan di seluruh industri penerbangan. Namun, aksennya bisa disalahpahami.

Baca Juga: Serpihan Seng Tersangkut di Jangkar Kapal Kepulauan Seribu, Diduga Badan Pesawat Sriwijaya Air

Miskomunikasi antara pilot dan petugas menara kontrol dapat menyebabkan kecelakaan fatal, terutama saat mendarat. Situasi ini semakin sulit ketika jarak pandang dibatasi oleh para pilot itu sendiri.

4. Pilot Kurang Tidur dan Kelelahan

Biasanya, seorang pilot mengalami kelelahan karena jam kerja yang tidak dapat diprediksi, masa tugas yang panjang dan kurang tidur.

Selain itu, pilot harus berkonsentrasi penuh, terutama selama tiga menit saat akan lepas landas atau mendarat, karena 80 persen dari semua kecelakaan terjadi dalam situasi ini.

Pilot harus memegang kendali pesawat dengan tangannya sendiri dan mematikan mode autopilot.

Selain itu, seorang pilot juga harus benar-benar berkonsentrasi pada dini hari sekitar pukul 03.00, yang mana menjadi titik rendah fisiologis tubuh. Pilot memiliki waktu pergantian (shift) yang berlangsung hingga 20 jam.

5. Rudal

Pesawat penumpang bisa dihantam rudal dari tanah atau laut. Pesawat penumpang tidak mampu menghindari atau melakukan serangan balasan terhadap rudal, karena berat dan volumenya.

Jika rudal menghantam bagian sayap, pesawat akan meledak di udara karena di situlah letak bahan bakar.

Baca Juga: Jadwal dan Link Misa Online 10 Januari 2021 dari Berbagai Paroki

Pesawat komersial tidak memiliki sistem untuk melacak rudal, jadi satu-satunya peluang pilot untuk berjaga-jaga adalah melihat rudal yang datang dari tanah.

Sistem pelacak radar surface to air missile (SAM), seperti SA-11, dianggap berbahaya bagi pesawat sipil, karena mereka terbang dengan kecepatan dan ketinggian yang stabil. Selain itu, pesawat sipil yang terbang di ketinggian ribuan kaki lebih mudah terdeteksi oleh radar SAM.

6. Kebakaran Kargo

Penerbangan Asiana 991 berangkat dari Bandara Internasional Incheon Korea Selatan menuju Bandara Internasional Pudong Shanghai pada 27 Juli 2011.

Pada pukul 04:03, awak kabin melaporkan ada api di kargo dan penerbangan dialihkan ke Bandara Jeju untuk pendaratan darurat.

Pesawat berjarak 107 kilometer (66 mil) barat daya dari Jeju Island itu hilang kontak. Pesawat yang menuju Shanghai itu mengangkut, semi konduktor, ponsel, dan layar kristal cair. Sisanya termasuk 400 kilogram dari baterai lithium, cat, solusi resin dan cairan lainnya.

Baca Juga: Line Up GDA 2021 Hari Kedua Besok, Ada ITZY Hingga MAMAMOO

7. Pesawat Alami Flap dan Slat

Kecelakaan pesawat juga terjadi dalam penerbangan di Indonesia. Seperti kecelakaan Mandala Airlines penerbangan RI 091 jatuh di kawasan Padang Bulan, Medan, pada 5 September 2005.

Kecelakaan ini terjadi saat pesawat sedang lepas landas dari Bandara Polonia Medan. Pesawat terbang dari Medan menuju Jakarta dan mengangkut 117 orang. Sedikitnya 17 Penumpang di laporkan selamat.

Pada 12 Oktober 2006, KNKT menyatakan bahwa menurut hasil penyelidikan, Penerbangan 91 jatuh akibat kondisi flap dan slat (alat penambah daya angkat pesawat saat lepas landas) yang tidak turun serta prosedur check list peralatan yang tidak sesuai persyaratan.

8. Kesalahan Teknis Hingga Pesawat Hancur

Alaska Airlines Penerbangan 261 melakukan penerbangan dari Bandar Udara Internasional San Francisco menuju Bandar Udara Internasional Seattle-Tacoma.

Namun dalam perjalanan, pesawat mengalami kegagalan sistem trim horizontal. Kecelakaan ini disebabkan oleh kegagalan sistem trim horizontal.

Baca Juga: BTS hingga BLACKPINK, Ini Daftar Pemenang GDA 2021 Hari Pertama

Ini merupakan akibat kelalaian perawatan (kelalaian pelumasan), mekanisme baut penggerak trim horizontal menjadi macet dan ketika coba dibebaskan, mekanisme trim tersebut menjadi kering dan patah.

Hal ini membuat trim horizontal terlepas dari penggerak dan berada di posisi naik yang membuat pesawat menukik tajam dan jatuh ke laut. Pesawat tersebut hancur berkeping-keping saat menghantam laut. 83 penumpang dan 5 awak kabin tewas dalam kecelakaan ini.

9. Pesawat Meledak

Pada 6 Juni 1992, Copa Airlines mengalami kecelakaan. Sekitar 10 menit setelah tinggal landas, Kapten Chial menghubungi Pengawasan Lalu Lintas Udara Kota Panama, meminta informasi cuaca.

Pengendali melaporkan bahwa ada area cuaca sangat buruk 30-50 mil (50-80 kilometer) dari posisi mereka.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Pesawat Sriwijaya Air Jakarta-Pontianak Hilang Kontak

Namun, 2 menit kemudian, saat terbang di ketinggian 25.000 kaki (7.620 meter), Penerbangan 201 terjun pada sudut 80 derajat ke kanan dan mulai berputar tak terkendali ke tanah.

Pesawat meledak pada ketinggian 10.000 kaki (3.048 meter). Penerbangan 201 menabrak area hutan Gan Darien di 486 knot.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah