Sembako Dipajaki? Staf Ahli Menkeu: Pemerintah Tak akan Membabi Buta

10 Juni 2021, 11:52 WIB
Ilustrasi barang kebutuhan pokok yang dikenakan PPN /Pixabay/allybally4b

 

KABAR JOGLOSEMAR - Dalam beberapa hari terakhir ramai diberitakan bahwa sembako, seperti beras, jagung, sagu, gula pasir dan sebagainya akan dikenai PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

Namun, Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo secara tegas mengatakan bahwa pemerintah memang butuh biaya untuk membiayai pembangunan, tapi pemerintah dipastikan tidak akan membabi buta.

Bahkan menurut Yustinus Prastowo, sangat konyol bagi pemerintah kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri (dengan mengenakan pajak secara membabi-buta, red).

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 10 Juni 2021: Papa Surya Akhirnya Tahu Elsa Fitnah Andin, Rencana Ricky Berhasil

Yustinus Prastowo mengaku bisa memaklumi reaksi spontan publik yang marah, kaget, kecewa atau bingung. Mereka menilai kenaikan tarif PPN berarti harga akan naik.

Padahal pemerintah sedang melakukan pemulihan ekonomi. Namun, ada yang melihat pemerintah sendiri struggle dengan APBN yang bekerja keras, mosok mau bunuh diri dengan menaikkan harga.

"Saya bisa memaklumi reaksi spontan publik yg marah, kaget, kecewa, atau bingung. Eh, kenaikan tarif PPN berarti naiknya harga2 dong. Apalagi ini pemulihan ekonomi. Pemerintah sendiri struggle dg APBN yg bekerja keras, mosok mau bunuh diri? Begitu kira2 yg saya tangkap," kata Yustinus Prastowo dikutip Kabar Joglosemar dari akun Twitter @prastow yang diunggah pada Rabu, 9 Juni 2021.

Baca Juga: Begini Cara Mendaftar BLT UMKM PNM Mekaar Rp1,2 Juta, Jangan Lupa Cek banpresbpum.id

Menurut Yustinus Prastowo, wacana itu muncul dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengenaan PPN itu, menurut Yustinus Prastowo, baru sebatas wacana dalam draf RUU KUP, sehingga belum direalisasikan saat ini atau pada masa pandemi Covid-19. Kalau pun nanti RUU tersebut menjadi UU, namun baru bisa diterapkan saat ekonomi benar-benar pulih.

Baca Juga: Packaging BTS Meal Dijual di E-commerce, Ada yang Harganya Fantastis Mencapai Rp 100 Juta

Dikatakan, wacana itu muncul karena kinerja perpajakan kita yang rendah. Meski 5 tahun terakhir secara nominal naik, tapi belum optimal untuk membiayai banyak target belanja publik agar kita transform lebih cepat.

Terlebih 2020, karena pandemi penerimaan pajak tergerus cukup dalam. Sementara di sisi lain pemerintah justru memberi insentif.

"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!," kata Yustinus Prastowo.

Baca Juga: Viral di TikTok Sisca Kohl Bikin Esk Krim BTS Meal, Kentang dan Nugget Dibender Jadi Satu, Begini Rasanya

Lugasnya, kata Prastowo, karena pandemi ini maka pengeluaran meningkat cukup tajam. Di sisi lain penerimaan tersendat. Karena itu, mumpung masih dalam pandemi dan pajak diarahkan sebagai stimulus, kita paralel pikirkan desain dan konsolidasi kebijakan yang menjamin sustainabilitas di masa mendatang. Pasca pandemi tentu saja.

"Maka sekali lagi, ini saat yg tepat merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti. Pemerintah dan DPR memegang ini. Saat ini pun barang hasil pertanian dikenai PPN 1%. Bbrp barang/jasa jg demikian skemanya agar ringan," kata Yustinus Prastowo.***

Editor: Ayusandra Adhitya Septi Andani

Tags

Terkini

Terpopuler