Tumpeng Wungkur Nasi Tumpeng yang Langka Disajikan, Melambangkan Perpisahan

- 13 November 2021, 22:06 WIB
Tumpeng Wungkur dalam bentuk replica, dalam AMEX Museum Sobobudoyo, Yogyakarta 
Tumpeng Wungkur dalam bentuk replica, dalam AMEX Museum Sobobudoyo, Yogyakarta  /Tedy Kartyadi/ Kabar Joglosemar

 

KABAR JOGLOSEMAR - Kuliner atau jenis masakan yang disajikan bagi masyarakat Jawa bukan hanya sekadar makanan sebagai pengganjal perut di saat lapar, namun dibalik aneka makanan yang tersaji itu penuh makna filosofi kehidupan dan simbolik budaya yang kekinian kian pudar oleh tergerus jaman maupun pengaruh budaya dari luar.

Salah satu sajian kuliner yang dimaksud adalah tumpeng, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tumpeng diartikan nasi yang dihidangkan dalam bentuk kerucut, dilengkapi dengan lauk pauk.

Tumpeng biasanya disajikan untuk selamatan atau melakukan ritual tertentu dalam khasanah budaya. Secara etimologis, tumpeng merupakan akronim ‘tumapaking panguripan, tumindak lempeng, tumuju Pangeran’ (tertatanya hidup, berjalan lurus, kepada Tuhan).

Baca Juga: Adele Kolaborasi dengan MBC, Akankah Tampil di Music Core?

Sesuai dengan peruntukannya, tumpeng ada beberapa macam nama, bentuk, bahkan warna. Bentuk kerucut pada tumpeng merupakan gambaran miniatur gunung, yang di dalam kepercayaan Jawa Kuno diyakini sebagai sesuatu yang sakral.

Gunung menjadi penghubung manusia dengan dewa, roh nenek moyang, atau yang memiliki kekuatan gaib.

Menurut sumber, setidaknya ada 37 jenis tumpeng baik yang putih maupun berwarna. Warna kuning pada nasi tumpeng melambangkan emas yang artinya kekayaan dan kemakmuran.

Baca Juga: Info 16 Jadwal Misa Live Streaming Minggu 14 November 2021, Gereja di Keuskupan Agung Semarang

Percampuran beras dengan kunyit yang menghasilkan nasi kuning dipercaya dapat sebagai tolak bala.

Aneka bentuk dan warna Tumpeng, dalam pameran bertajuk ‘Upaboga: Ketika Makanan Bercrita’, di Pameran Temporer Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.
Aneka bentuk dan warna Tumpeng, dalam pameran bertajuk ‘Upaboga: Ketika Makanan Bercrita’, di Pameran Temporer Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Tedy Kartyadi/ Kabar Joglosemar

Warna putih melambangkan kesucian dan kehidupan. Sementara, warna biru yang merupakan percampuran beras dengan bunga Telang, tumpeng untuk permohonan maaf.

Ada satu bentuk tumpeng yang telah langka dan jarang disajikan, yakni Tumpeng Pungkur, nasi bentuk kerucut yang dipotong vertical yang kemudian diletakan dengan saling membelakangi.

Baca Juga: Ini Jadwal Ganjil Genap Menuju Tempat Wisata Gunungkidul dan Bantul Hari Minggu 14 November 2021

Tumpeng ini disajikan di dalam upacara Sur Lemah, setelah seseorang yang meninggal dikuburkan. Upacara Sur Lemah sendiri bertujuan agar arwah atau roh yang meninggal memperoleh jalan yang terang dan tempat yang layak.

Tumpeng Pungkur disajikan dengan tujuh macam sayur antara lain kangkung, kacang panjang, bayem, kubis, taoge, wortel dan buncis yang dipotong-potong dan diberi bumbu gudangan (parutan kelapa muda yang dibumbui tertentu).

Sebagai pelengkap ditambah telur ayam yang direbus yang dibelah dua. Tumpeng diletakkan di atas cobek baru yang dialasi dengan daun pisang.

Baca Juga: Link Nonton Now We Are Breaking Up Episode 2 Sub Indo di SBS hingga VIU

Aneka macam tumpeng berikut peruntukkan serta makna filosofis, serta berbagai peralatan dan aneka kuliner lainnya dapat dilihat dalam bentuk replica, dalam Pameran Tempore Annual Museum Exhibition (AMEX), dengan tajuk ‘Upaboga: Ketika Makanan Bercerita’, yang berlangsung hingga tanggal 30 Desember 2021, Buka pukul 09:00 - 21:00 WIB, di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo, Jalan Pangurakan (Titik Nol), Yogyakarta.***

 

Editor: Sunti Melati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x