Migrasi Kaum Yahudi ke Palestina, Penyebab Sejarah Panjang Konflik Israel-Palestina?

18 Mei 2021, 16:18 WIB
Foto ilustrasi perjuangan Palestina di jalur Gaza //pixabay /
 


KABAR JOGLOSEMAR - Membahas konflik Israel-Palestina berarti membaca sejarah panjang pertikaian yang dialami dua negara tersebut. 

Serangan militer Israel pada Palestina seperti yang saat ini terjadi bukanlah sebuah peristiwa baru di peta politik dunia. Sejarah konflik Israel-Palestina bahkan sudah dimulai sejak puluhan lalu.

Bagaimana akar permasalahan yang menyebabkan dua negara ini seolah tidak pernah menemukan titik perdamaian?

Baca Juga: Fix, 2PM Dikonfirmasi Comeback di Bulan Juni

Perselisihan di Timur Tengah terjadi ketika kaum Yahudi mulai bermigrasi ke Palestina sejak 1920-an.

Pemicunya adalah kemunculan gerakan keagamaan yang berubah menjadi politis yakni Zionisme yang dimotori oleh Theodore Herzl.

Para penganut Zionisme meyakini mereka warga Yahudi di seluruh dunia harus kembali ke tanah yang dijanjikan, yakni Zion yang merupakan wilayah yang diapit Suriah, Yordania, Mesir dan Laut Mediterania. Nantinya mereka harus mendirikan negara khusus bagi bangsa Yahudi di sana, yang kini dinamakan Israel.

Baca Juga: GFRIEND Disebut Akan Tinggalkan Agensi, Ternyata Ini Alasannya

Perlahan warga Yahudi yang datang dari Eropa membeli tanah di Palestina. Namun, sejak itu pula warga Yahudi kerap terlibat pertikaian dan sengketa lahan dengan warga Arab.

Konflik di kawasan Timur Tengah semakin meruncing ketika orang Yahudi yang lari dari Eropa akibat Perang Dunia II mendirikan negara Israel di tanah Palestina.

Saat itu wilayah Palestina dikuasai Inggris setelah Kesultanan Turki Usmani kalah dalam Perang Dunia I.

Baca Juga: Berkah Sinetron Ikatan Cinta, Arya Saloka Wujudkan Mimpi Beli Mobil Klasik

Orang-orang Yahudi Israel perlahan-lahan mengusir warga Palestina dari tanah kelahiran mereka. Sejak saat itu, timbul protes keras oleh rakyat Palestina.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan sidang pada 1947. Salah satu hasil sidang tersebut berisi pembagian wilayah Palestina bagi Yahudi dan Muslim.

Akan tetapi, keputusan itu ditolak oleh perwakilan Palestina. Mereka menuntut seluruh wilayah yang direbut dan diduduki Yahudi Israel dikembalikan.

Baca Juga: Gelar Aksi Bela Palestina di Bogor, Warga Bentangkan Bendera Israel dan Mencoretnya di Tengah Jalan Raya

Karena kedua belah pihak tetap berkeras, maka pada 1947 sampai 1948 bangsa Yahudi Israel berperang dengan bangsa Arab Palestina.

Kemudian Israel dan bangsa Arab Palestina bersepakat melakukan gencatan senjata.

Akibatnya, 80 persen dari wilayah Palestina dikuasai oleh kaum Yahudi. Namun, saat itu 150 ribu warga Palestina masih tinggal di sana dan mereka lambat laun diusir dari tanah kelahirannya hingga terpaksa tinggal di kamp pengungsian di Yordania, Suriah dan Libanon.

Baca Juga: Seorang Bocah di Temanggung Ditemukan Tinggal Tulang, Diduga Dirukiyah karena Nakal

Tanah Palestina kala itu masih di huni warga Arab ketika kelompok Yahudi Zionis mendirikan negara Israel Raya pada 14 Mei 1948.

Proklamasi itu dibacakan oleh pemimpin warga Yahudi sekaligus menjadi Perdana Menteri Pertama Israel, David Grun.

Tahun 1964 warga Palestina mendirikan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Salah satu tujuan didirikannya PLO yaitu menjadikan Palestina negara yang berdaulat melalui perang maupun diplomasi. PLO aktif bergerilya dalam melawan Israel yang dianggap sebagai penjajah.

Baca Juga: 7 Lagu Ciptaan Chanyeol EXO Paling Enak Didengar, dari Gravity hingga Rewind

Selain itu, mereka juga melakukan upaya mencari dukungan dari negara-negara Muslim Arab dan internasional dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pada 1993, Israel dan PLO membuat kesepakatan Oslo yang isinya mengakui kedaulatan masing-masing. Israel bersedia menarik pasukan dari Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Selain itu, Israel juga memberi Palestina kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa memerintah di kedua wilayah itu.

Baca Juga: 7 Rumor Paling Parah yang Menimpa EXO, dari Bully hingga Kencan

Pada, 2004 perang kembali pecah di Jalur Gaza. Dalam sebuah serangan udara, Israel menewaskan pendiri dan pemimpin spiritual Hamas, Syekh Ahmad Yassin, dan salah satu pendiri dan politikus Hamas, Abdul Aziz al-Rantissi.

Satu tahun setelahnya, Israel kembali menarik pasukan dari Jalur Gaza. Pada 2006, milisi Hamas menangkap tentara Israel, Gilad Shalit, dalam sebuah serangan.

Penangkapan itu memicu serangan udara Israel. Shalit akhirnya dibebaskan lebih dari lima tahun kemudian dalam pertukaran tahanan.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 18 Mei 2021: Betapa Manjanya Andin Pada Aldebaran, Nino Cemburu Hingga Menyesal?

Sejak 2008, hubungan antara Israel dan Palestina tidak bergejolak. Namun, pada 2014 Hamas dan Israel terlibat peperangan.

Pemicunya adalah penculikan dan pembunuhan tiga pemuda Israel oleh milisi Hamas. Sementara Hamas berupaya menarik perhatian dunia untuk menekan Israel mencabut mencabut blokade di Jalur Gaza.***


 

Editor: Sunti Melati

Tags

Terkini

Terpopuler