Ini 3 Sasaran Utama UU Cipta Kerja yang Perlu Dipahami Pekerja

- 1 Desember 2020, 08:03 WIB
Ilustrasi UU Cipta Kerja
Ilustrasi UU Cipta Kerja /Pixabay.com/succo
 
KABAR JOGLOSEMAR - Pemerintah telah menetapkan Undang-undang Cipta Kerja. Prinsip utama dari UU tersebut adalah untuk memberi perlindungan kepada kaum buruh
 
Kaum buruh yang dilindungi oleh UU tersebut bukan hanya tenaga kerja yang sudah bekerja, tapi juga mereka yang belum bekerja dan para pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
 
Semua itu bukan semata-mata untuk kepentingan kaum buruh/pekerja itu sendiri tapi juga kepentingan investasi secara keseluruhan.
 
 
Dengan UU tersebut, pemerintah ingin memperbaiki ekosistem investasi, termasuk di dalamnya kepentingan kaum buruh.
 
"UU Cipta Kerja sebagai langkah penting dalam penciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi tenaga kerja yang belum bekerja dengan cara menarik investasi, baik melalui investasi dalam negeri maupun luar negeri," kata Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan, Senin (30/11/2020).
 
Menurut Menaker, Undang-Undang Cipta Kerja merupakan langkah besar bangsa Indonesia untuk memperbaiki ekosistem investasi dan ketenagakerjaan.
 
 
Hal ini guna mencapai tujuan negara Indonesia yang produktif, berdaya saing, adaptif dan inovatif serta dapat keluar dari jebakan negara yang berpenghasilan menengah.
 
UU ini juga sebagai salah satu solusi untuk memecahkan persoalan pengangguran di Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Agustus 2020 tercatat angka pengangguran mencapai 9,7 juta orang. Sementara setiap tahun ada tambahan 2 - 2,5 juta angkatan kerja baru.  
 
Menurut Menaker Ida Fauziyah yang dikutip Kabar Joglosemar dari laman resmi kemnaker.go.id dengan adanya perubahan bentuk-bentuk pekerjaan yang baru dan perkembangan tuntutan dunia kerja yang lebih fleksibel, perlu diimbangi dengan adanya perlindungan yang lebih baik bagi pekerja/buruh  yang saat ini sedang bekerja.
 
 
Ia memberi contoh, soal perubahan ketentuan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu.
 
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak melalui penegasan bahwa pekerja kontrak hanya dapat dipekerjakan pada pekerjaan yang sifatnya sementara atau tidak tetap. Jangka waktu penggunaan pekerja kontrak ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
 
Hal yang sama pun dilakukan untuk mengatur pekerja alih daya (outsourcing), perlindungan sistem pengupahan bagi pekerja serta perubahan ketentuan dalam waktu kerja dan waktu istirahat serta waktu kerja lembur. 
 
 
Selain untuk meningkatkan produktivitas, hal ini juga dimaksudkan agar pekerja/buruh yang bekerja kurang atau lebih dari waktu kerja standar, dapat terlindungi.  
 
Menurut Menaker, dengan UU ini pemerintah juga memberikan perhartian khusus bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK. Perubahan ketentuan mengenai mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja tetap.
 
Di satu sisi untuk memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang oleh pengusaha. Di sisi lain bagi kedua belah pihak, PHK tersebut tidak selalu harus menjadi objek yang diperselisihkan. 
 
 
Terkait dengan perubahan ketentuan besaran kompensasi PHK, menurut Menaker, hal ini dimaksudkan agar pekerja/buruh mendapatkan kompensasi PHK yang lebih realistis. Selain itu untuk memberikan bekal agar pekerja yang mengalami PHK tetap dapat bekerja, Undang-Undang ini mengatur adanya manfaat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
 
"JKP merupakan program baru dalam sistem jaminan sosial nasional, yang terdiri atas manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan," kata Menaker Ida Fauziyah.***

Editor: Sunti Melati

Sumber: Kemnaker


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x